Kota Bekasi — Ketua Advokasi Generasi Solidaritas Indonesia (GENSI), Galih, mengungkap dugaan penyalahgunaan serius dalam proses penerbitan domisili perizinan usaha di kawasan Kota Cinema Mall, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Dugaan ini mencuat setelah tim GENSI melakukan investigasi terhadap sejumlah perusahaan dan pelaku usaha yang telah beroperasi selama lebih dari delapan tahun di lokasi tersebut, Rabu (04/06).
Menurut Galih, ditemukan kejanggalan dalam penerbitan dua Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang dikeluarkan oleh Kecamatan Jatiasih. Pada 15 April 2017, SKDU pertama diterbitkan dengan Nomor: 517/277–Kc. Jta, menyatakan jenis usaha sebagai “Gedung Serbaguna.” Namun, hanya satu bulan kemudian, SKDU kedua diterbitkan dengan Nomor: 517/193–Kc. Jta, yang awalnya menyebut jenis usaha “Kuliner,” namun secara tiba-tiba berubah menjadi “Kota Cinema Mall” pada surat yang ditandatangani tanggal 21 Mei 2017.
Anehnya, dalam SKDU kedua tersebut tidak terdapat penjelasan administratif mengenai perubahan jenis usaha, pencabutan, atau pembatalan terhadap SKDU pertama. Hal ini, menurut Galih, menunjukkan indikasi kuat adanya manipulasi administratif yang tidak sesuai prosedur hukum dan etika pelayanan publik.
“Ini mencerminkan bagaimana proses domisili perizinan di Kota Bekasi dapat diselewengkan dengan mudah. Tidak hanya menunjukkan rendahnya profesionalisme, tetapi juga memperlihatkan potensi keberpihakan terhadap pelaku usaha bermodal besar, yang mengorbankan prinsip keadilan dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan,” ungkap Galih.
Lebih lanjut, Galih menyoroti bahwa pada 6 Juni 2017, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi tetap menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata untuk kegiatan hiburan dan rekreasi, meski terdapat kejanggalan sejak awal proses domisili. Hal ini memperkuat dugaan adanya pembiaran sistemik, bahkan potensi gratifikasi, di balik proses tersebut.
“Delapan tahun usaha ini berjalan tanpa hambatan berarti, padahal sejak awal ada indikasi penyimpangan prosedur. Ini adalah bentuk pembiaran birokrasi yang sangat memalukan. Kami menduga kuat telah terjadi gratifikasi terhadap pejabat-pejabat yang memiliki kewenangan perizinan,” tegasnya.
Regulasi yang Dilanggar atau Diabaikan
1. Perda Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pendaftaran Perusahaan dan Izin Domisili Usaha, yang mewajibkan konsistensi jenis usaha dalam SKDU dan proses perubahan data usaha dilakukan melalui mekanisme resmi.
2. Perwal Bekasi Nomor 47 Tahun 2017 tentang Pelayanan Perizinan Melalui Sistem E-Permit oleh DPMPTSP, yang menekankan keterbukaan data, pertanggungjawaban administratif, dan pelaporan digital berbasis sistem. Dalam kasus ini, diduga proses masih manual dan tidak terekam dalam sistem digital resmi.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 dan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang memperkenalkan Online Single Submission (OSS) sebagai satu-satunya sistem perizinan legal, termasuk kewajiban memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha). Tidak sinkronnya data SKDU dan izin usaha melanggar semangat OSS dan prinsip integrasi izin.
4. Permendag No. 77 Tahun 2018 tentang NIB, mewajibkan pelaku usaha mencantumkan data usaha yang akurat dan terkini sesuai klasifikasi baku lapangan usaha (KBLI). Perubahan tanpa prosedur pembaruan dokumen resmi merupakan pelanggaran administratif.
5. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pasal 17 dan 21 menyebutkan bahwa setiap pejabat publik wajib bertindak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.
GENSI mendesak Inspektorat Kota Bekasi, Ombudsman RI, serta aparat penegak hukum untuk segera melakukan audit investigatif dan membuka secara transparan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan penyimpangan ini.
“Kalau kasus seperti ini terus dibiarkan, maka perizinan berbasis sistem dan prinsip pelayanan publik hanya jadi formalitas tanpa makna. Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi bentuk kegagalan pemerintah daerah dalam menjalankan mandat reformasi birokrasi,” pungkas Galih. (red)

